Sabtu, 11 Agustus 2012

My New Boss

Ada sesuatu yang berbeda dengan bossku sore ini.  


Dia terlihat resah.  Sesekali dia memandangku dengan sayu.  Sesekali dia membelaiku.  Dia mencoba berkata sesuatu saat menatapku.  Tapi tak ada seucap katapun yang dikeluarkan dari bibirnya.  Dia hanya membisu saat membelai-belaiku.  Aku tahu dia sangat mencintaiku.  Tak pernah seharipun dia lupa menyapaku dengan ucapan sayang. 

“Empuss ... empuss ... empuss ..” begitu dia biasa memanggilku.

Aku membalas sapaannya dengan lirih.  Suaraku memang tak selantang kucing-kucing kampung yang lain.  Suaraku lirih tapi mendesis.  Serak-serak basah kayak penyanyi Rod Steward itu.



“Kamu baik-baik ya ... nanti ...,” begitu katanya sambil mengelus leherku beberapa kali. 

Nanti? Sepertinya aku baik-baik saja di tempat ini.  Aku tak pernah membuat keributan di tempat ini.  Walau cuma tinggal di tempat yang sempit, aku fine-fine saja di sini.  Istri mas Boss, Mbak Sinta juga sangat menyayangiku.  Walau hidup pas-pasan, mereka masih menyempatkan diri untuk membelikanku makanan yang ‘lumayan’ mahal.  Mereka juga membelikanku kandang bercat putih, satu set closet dan tempat makan dan minum yang bagus. Itu bukti mereka menyayangiku seperti anak mereka sendiri.  Mungkin karena mereka juga belum dikaruniai putra selama 4 tahun pernikahan mereka.

“Jam berapa pak diambil kucingnya?”
“Habis Magrib aja, gimana?”
“Oke, Pak. Saya tunggu”

Kucing? Kucing yang mana maksud mas Boss?  Satu-satunya kucing yang mereka punya itu ya cuma aku.  Tak ada kucing yang lain.  Jantungku mulai berdebar-debar.  Keringatku mulai mengucur.  Dingin.  Aku merasa akulah yang akan mas boss jual.  Tengkukku terasa berat.  Seperti ada ribuan barbel yang menghantam tengkukku.


Ya Tuhan ... aku akan di jual!

Pffff ... AKU PINGSAN!

*

Aku tersadar saat Magrib tiba.  Mas Boss sedang berbuka puasa.  Sesekali hapenya berdering.  Mungkin itu telpon dari calon pembeliku.  Aku mencoba mencuri-curi pembicaraan mereka. Tapi suara mas boss pelan sekali.  Aku tak bisa menguping pembicaraan mereka.

TOK ... TOK ... TOK ...

“Salam Lekom ...” terdengar suara lelaki dari luar pintu kamar kontrakan mas boss.

“Wa Alaikum salam ...” balas mas boss  seraya menuju ke pintu kamar,”Mari masuk Pak ...”

“Trima kasih. Di luar aja mas ...”

Aku mencoba melihat siapa lelaki yang datang.  Itu pasti lelaki yang akan membeliku.  Dialah lelaki yang akan menjadi boss baruku.  Aku tak bisa melihatnya dengan jelas.  Sosok boss baru tertutup oleh badan mas Boss.

“O ya ... ini Pak kucingnya,” mas Boss membuka pintu kandang.  Dia mengangkatku dan membawaku keluar.

Barulah aku bisa melihat sosok  boss baruku dengan jelas.

Kutaksir dia ini lelaki berumur 40 tahunan.  Gayanya flamboyan, lembut dan tidak kasar.  Dahinya lebar, pertanda dia itu lelaki yang pintar.  Ada seorang perempuan muda yang menemaninya.  Sepertinya itu istrinya.  Tapi sejurus kemudian aku bisa menjawab bahwa perempuan muda itu bukanlah istrinya.  My new boss  memanggillnya dengan panggilan ‘nduk’.  Itu artinya anak perempuan.

Mungkin itu adalah anak my new boss.

“Hai sayang ... cantik banget ... sini sayang  ....,” bisik my new boss sambil memeluk dan membelai-belai bulu-buluku yang halus.  Belaiannya terasa lembut.  Ah, dugaanku benar.  Sepertinya my new boss ini juga a cat lover.  Dari cara dia memanggilku, aku taku tahu dia pasti penggemar kucing sejati.

“Cantik banget ya ... Oom,” kata perempuan yang mendampingi my new boss itu sambil ikutan membelaiku yang sedang menggelandot manja di pelukan bos baruku.

SHITTT ....!!!  AKU INI KUCING LELAKI.  KOG DIBILANG CANTIK!  GUE BUKAN BANCI !!!

“Dia lelaki, mas,” tepis mas boss.

“Oh. Tapi mukanya cantik,” kata bos baruku.

Oh Em JI  ... Jangan-jangan Bos Baruku itu Katarak!

2 komentar:

  1. hehehe ... begitu toh cerita asal muasal mu barney :P

    BalasHapus
  2. Iya, Gadgetboi. Menyedihkan, ya?

    BalasHapus