Selasa, 14 Agustus 2012

MAY I ?


Hampir seminggu aku tinggal di rumah Pak Jo.  Sepertinya aku sudah mengenal seluruh sudut-sudut rumah Pak Jo.  Aku tahu persis dimana perabotan  diletakkan.  Aku tahu dimana letak kamar makan, kamar tidur dan kamar mandi.

Satu yang belum aku tahu, ruang dapur.

Pagi ini aku berjalan mengendap-endap menuju dapur.  Dan aku terperanjat.  Masya Allah ... di dlam dapur ternyata ada beberapa kucing lagi!  Suaranya riuh rendah di sudut-sudut  meja kompor.  Kuhitung ada 4 ekor kucing kecil.  Yang tiga warnyanya kuning-kuning, sementara yang satu lagi berwarna putih.

“Meooowww ... grrr ... mehherr ...” teriak seekor kucing betina berwarna kuning yang tiba-tiba muncul dari balik pintu seraya melotot ke arahku.

“Meowwwwwwwwwwwww ... “ teriakku kaget.  Aku menegakkan punggungku.  Ekorku kunaikkan hingga membentuk sudut 90 derajat.  Itu trikku untuk menakut-nakuti hewan lain.  Hihihihi ... sebenarnya aku sendiri juga takut lho!

“Stay away from my kids!!!” teriak kucing betina dewasa itu dengan ketusnya.

“OK ... OK ... “ kataku seraya menjauh darinya,”Biasa aja kale  ....”

Kucing betina itu langsung menjinak.  Punggungnya tak naik lagi.  Ekornya juga sudah turun.  Dia menghampiri keempat anak-anaknya.  Dijilatinya anaknya satu persatu.  Seolah meyakinkan dirinya sendiri bahwa tak satupun dari anaknya yang terluka.  Keempat anaknya langsung berlindung di dalam ketiak ibunya. Ibunya langsung memberi mereka susu alami.  Keempatnya menyusu pada ibunya.  She-s a good cat mother.

Ini 3 anak kucing kampung yang kutemui pagi ini.


Ini anak kucing yang berwarna putih. Nyeleneh sendiri dibanding saudara-saudaranya


Ya Allah ... tiba-tiba ada rasa nelangsa terselip dalam hatiku.

Sedari bayi, aku tak pernah tahu siapa gerangan ibuku.  Yang kutahu, aku ditangkarkan di Cat Castle yang dikelola oleh orang-orang yang mengaku sebagai pecinta kucing. Ayahku siapa, aku juga tak tahu.  Para penangkar kucing itulah yang memilihkan ‘ayahku’. Usai mengawinkan ibuku, mereka memisahkan ayahku ke kandang  lain, untuk di kawinkan dengan kucing betina yang lain.

Kasihan juga nasib ayahku, ya ...

Tapi sudahlah, aku tak boleh menyesali taqdir yang harus aku jalani. 

Aku harus berterimakasih pada mereka  yang mengaku sebagai pecinta kucing.  Tak pernah sekalipun mereka menyakitiku.  Mereka menyayangi dan merawatku dengan baik, malah! Mereka memandikanku, menyisir bulu-buluku, memberiku makanan bagus, memberikanku sangkar yang bagus dan mengajakku mengikuti kontes-kontes ketampanan kucing.  Setingkat dengan Kontes Man Hunt  atau  Kontes L-Men itu lho.

Mereka tak tahu bahwa sebagai kucing aku punya cara-cara tersendiri  untuk menjalani hidup.

Aku ogah dimandikan.  Mereka sering memandikanku dengan sabun mandi khusus kucing.  Busyet! Sabun itu pedas kalau kena mataku.  Sisa-sisa bahan kimianya juga membuat warna buluku memudar.  Kadang ada rasa perih di kulitku usai mandi.

Aku lebih suka mandi cara kucing.

Kukasih tahu ya wahai para pecinta kucing, aku itu lebih suka ludahku sendiri sebagai air mandiku.  Ludahku ini mengandung zat-zat yang sanggup melindungi diriku dari serangan penyakit, kutu dan jamur.  Ludahku ini adalah salah satu senjata alamiku.

Aku juga tak suka dikurung dalam sangkar yang indah.  Seindah apapun sangkarnya, aku lebih suka  hidup bebas lepas.  Aku tahu, mereka takut akalau aku pergi da menghilang dari dekapan mereka.  Oho ... mereka salah.  Aku ini diciptakan Tuhan sebagai Makhluk Beretika Tinggi.  Aku tak akan pergi dari orang yang merawatku baik-baik. Aku akan membahagiakan orang-orang yang menyayangiku. Akua akan memberi kebahagiaan pada orang yang telah membahagiakanku.

Kadang aku iri sama kucing-kucing kampung itu.

Mereka dibiarkan hidup bebas di alamnya.  Mereka bebas lari kesana kemari.  Mereka tidak harus mandi seminggu sekali.  Mereka bebas makan tikus, daging dan makanan-makanan kotor lainnya.  Itu hal-hal yang tak bisa kunikmati selaku kucing anggora.

Ya Tuhan, bolehkah sekali saja aku menjalani hidup sebagai seekor kucing biasa?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar