Jumat, 24 Agustus 2012

Wild Cat

Malam ini jalan-jalan sama pak Jo ke pinggiran kota. 

Sepertinya Pak Jo sedang ingin menghilangkan suntuk.  Entah apa yang sedang dipikirkannya.  Aku ingin membantu permasalahan yang sedang dihadapinya. Tapi Pak Jo tak pernah bercerita apapun tentang masalahnya.  Jadi yang bisa kulakukan hanya menghiburnya sekedarnya saja.

Aku lari-lari mengejar biting yang diayun-ayunkan Pak Jo ke arahku.  Sesekali kugigit tangan Pak Jo lembut.  kadang kutendang-tendang tangan Pak Jo yang suka menggelitik perutku.  Hahaha ... dengan cara begitu saja aku sudah bisa membuatnya ketawa.

Dan sebagai upahnya, Pak Jo memberiku makan lebih.

Lebaran ini makananku memang agak sedikit lezat.  Pak Jo memberiku Friskies.  Rasanya memang lebih gurih daripada makanan kucing yang Pak Jo belikan kiloan itu.  Yang itu pasti harganya murah!  Warna dan bentuk juga tak menarik.  Aku bosan makan yang itu!

Pokoknya aku pengen makan yang enak, mahal dan eksklusif!

*

Kami singgah di warung pecel lele di pinggiran kota.  Pak Jo memesan 2 piring, buat Pak Jo dan Pak Denya yang baru datang dari desa.  Mereka makan dengan lahapnya.

"Meooorrrgggg ... meooonggg ..." kudengar ada suara kucing lain.  Suaranya berisik, sumbang di telinga.

Ternyata ada kucing berwarna hitam dan putih.  Itu kucing lokal yang tak bertuan.  Bulunya kucel.  Mukanya kumal.  Ekornya keriting.  Dan ya ampuuunnn ... badannya kurus amat!  Beda sekali kalau dibandingkan aku yang tampan, muscle, punya sixpack dan berbulu wangi.

Kucing itu merebut kepala ikan lele yang Pak Jo lemparkan.

Si Belang makan kepala ikan itu dengan lahapnya.  Ihhh ... padahal kepala ikan itu sudah bercampur dengan tanah lho!  Sungguh tak higienis, bukan?

 Tatapannya sayu, ya!


Haduh, itu tak higienis!


Hmm ... harusnya aku bersyukur dengan nasib yang sedang kujalani ini ya!  Aku tak boleh menuntut lebih!  Pak Jo's famili sudah memberikan yang terbaik untukku.  Aku harus banyak-banyak bersyukur.  Alhamdulillah ... Alhamdulillah Ya Allah ...

Pas mampir di Bakul nasi Goreng, ketemu kucing cantik nan lucu.  Wajahnya memang cantik, sayang badannya bogel. Dia ramah tapi terlihat sombong.  Biasalah, kucing kucing lokal yang masih muda kan begitu.  Sok-sok jaim dan jual mahal.  Coba aja nanti kalau udah tua, peot dan ompong!  Pasti bakal di obral habis-habisan.


Cantik-2 tapi kog jaim ya!


Rabu, 22 Agustus 2012

The Most Beautiful Cat in the World

Aku browsing pagi ini. 

Aku ingin tahu apa ada jenis-jenis kucing lain yang lebih tampan dan gagah? Finally I found situs ini, situs tentang kucing-kucing luar negeri.  Ada beberapa kucing yang mendapat gelar sebagai 'the most beautiful cats in the world'.

 Kucing Scotish


 Kucing Norwegia


 Kucing Turki


 Kucing Eropa



 Kucing Persia


 Kucing Rusia

 Kucing Maine Coon

 Oci Cat


 Kucing Singapura



Kucing Jepang, Bob Tail



Pagi yang Cerah

Keinginanku untuk hidup bebas kian menguat. 

Aku ingin lepas dan hidup liar seperti teman-temanku yang lain, seperti kucing-kucing kampung Pak Jo itu.  Walau Pak Jo sudah membebaskan aku untuk berkeliling rumah, aku masih merasa kurang! 

Aku ingin kongkow-kongkow di atap genting sambil merasakan hangatnya sinar matahari pagi. Pasti sinar matahari itu akan menghangatkan tubuhku.

Sayangnya aku hanya bisa melihat mereka dari bawah. Pak Jo pasti tak mengijinkan aku naik ke atas genting itu.  Dia pasti tak yakin apakah aku bisa naik ke atas genting.  Hrrrggg ... dia belum tahu kemampuanku memanjat genting!




 Tuh, kayaknya nyaman banget ya!


Aku masuk ke dalam rumah saat kudengar suara gaduh dari dapur.  Sepertinya itu suara si putih dan si kuning.  Buru-buru aku masuk kedalam dapur.

OMG ... huahaha ... huahaha ...

Aku melihat si putih dan si kuning terjebak dalam kandangku.  Mereka terlihat panik.  Mukanya pucat pasi.  Tak henti-hentinya mereka berdua berusaha kabur dari kandangku.  Dicakar-cakarnya sisi-sisi kandangku.  hahaha ... mana bisa kebuka?

Padahal gampang banget lho!

Aku aja bisa membuka kandang itu dengan sekali sentuhan ujung hidungku!

 Cakar aja terruuuussss ... nggak bakal kebuka!



Hahaha ... akhirnya nyerah juga, kan!



Minggu, 19 Agustus 2012

Aku stress!

AKU STRESS!



Kata orang, Hari Raya Idul Fitri itu menyenangkan.

Tapi itu tidak terjadi padaku.  Dua hari kemarin, aku bete habis!  pak Jo mengurungku dalam kandang.  Aku tak boleh keliaran sama sekali. Aku nggak bisa jalan-jalan ke kamar depan, kamar tengah, kamar nenek juga taman depan rumah yang asri.

Aku bak terpidana kasus korupsi.

Padahal aku nggak melakukan apa-apa lho! Aku tidak mencakar-cakar kursi.  Aku tidak buang air sembarangan.  Aku juga nggak berkelahi sama si putih dan adik-adiknya.  Aku juga tidak membalas hinaan si PAI, kucing hitam yang gayanya sok abis itu!

Tapi Pak Jo mengurungku di dalam kandang.

No one touch me. No one kiss me. I feel so lonely in the wideworld.  Oh my God, please help me.  Aku benar-benar stress. Aku ngamuk.  Aku guling-guling di pasir tempatku kencing. Aku protes.  Kucakar kandang-kandangnya.  Kuteriakkan kata-kata sumpah serapah.

Alhasil, Pak Jo datang, memelukku dan menenangkanku,"Ssssshhh be calm, Barny. I know you are angry with me. But you must understand. I did it four your kindness"

Kebaikan apa, maksud Pak JO?

Mengurungku dalam kandang sempit ini bukanlah sebuah kabaikan untuk kucing anggora setampan aku.  Mengurungku dalam kandang ini seperti memasung kreativitasku.  Pak Jo pasti belum melihat seluruh potensi yang kupunyai.  OK ... one day I'll make a surprise for you, SIR!

"Jangan salah ngerti, Barney.  Di rumah banyak anak kecil. nanti kamu diapa-apakan sama mereka. Do you understand?"

O-o-o-  ... meow ... meow ... meow ...

Walau masih menyimpan rasa dongkol, aku mulai memahami bahwa Pak Jo tak ingin aku dibuat mainan oleh para tamu yang berupa anak-anak kecil manusia.  Ya - ya-ya.  Aku mengerti sekarang, kenapa Pak Jo mengurungku disini.

Tapi bau buluku udah kadung pesing!

Jiahhhhhhh  ... aku menyesali kebodohanku tadi.

Sabtu, 18 Agustus 2012

My Tools

Semalam diajak jalan-jalan Pak Jo ke Plasa Surabaya. 

Suasana plasa lengang. maklum, malam ini adalah malam takbiran.  Suara takbiran menggema di sana sini.  Toko-toko juga banyak yang tutup.  Mungkin karyawannya pada pulang mudik semua.  Sebenernya Pak Jo mau ngajak nonton film, tapi penjaga bioskop melarang.  "Tidak boleh membawa hewan piaraan ke dalam gedung bioskop," begitu kata penjual tiketnya.

Akhirnya kami hanya berjalan-jalan menyusuri lorong-2 pertokoan.

Mampirlah kami ke Ace Hardware.  Di ujung toko, ternyata ada peralatan untuk para binatang.  Jadi ada alat hias, alat kebersihan, alat makan hingga sangkarnya.  Pak Jo menuju ke tempat tool  kucing.  Dia menawariku celana kucing.

Alamak, apalagi ini!

Ada celana kucing yang seksi!   


 Ada juga Tali Pengikat Leher yang colourful!



Aneka Makanan yang sedap!  yummmyyy ...

Tapi dari sekian banyak barang yang ditawarkan, aku hanya tertarik sama makanan saja.  Sebagus dan semahal apapun celananya, aku ogah!  Pasti terasa tak nyaman memakai celana.  Itu hanya akan mengganggu gerak langkahku.  Ribeetttt!

Begitu juga dengan kalung leher.  Aku ogah dikasih kalung leher.  Rasanya seperti ada yang mencekik leherku.  Proses bernafasku jadi terhambat.  Salah-salah bisa tercekik aku nanti! So, aku tak mau menerima tawaran Pak Jo.

Aku hanya minta pilihan ke-3, makanan yang yummy itu.

Eh ya, pak Jo juga membelikanku majalah.  Katanya buat baca-baca kalau waktuku sedang senggang.  Bah ... dia bilang aku senggang!  Aku ini kucing supersibuk, tahu! But, it's okelah.  Kubaca-baca saja majalahnya sepulang kami berbelanja.

Ya Tuhan ... Pak Jo nakal!  Masak aku dibelikannya majalah porno.  Ada gambar beberapa kucing yang sedang bercinta.  Meowww ... hrrrr .... jantungku berdetak kencang.  Aliran darahku meningkat pesat.  masyaallah ... aku harus berusaha sekuat tenaga menahan birahiku.

Fiuhhh ... miew ,,, mieww ,,, gggrgrgrgrhhh ...

 Ini gambar saru! Porn image!
 


Hari Raya


Kamis, 16 Agustus 2012

MANDI

Keinginanku untuk menjadi (seperti) kucing kampung sepertinya bakal terkabul!

Pak Jo menyetujui aku bertingkah, berperilaku dan bergaya ala kucing kampung.  Aku diperbolehkannya keluyuran kesana kemari, walau masih di dalam area rumah saja.  Jadi aku nggak cuma ngendon di dalam kadang yang sempit itu.  Good bye my beautiful cage!  Aku benar-benar merasa bebas bisa jalan-jalan, lari-lari ke sana kemari.

Tapi tentang jadwal mandi, Pak Jo masih keukeuh!

Aku tetap harus mandi seminggu sekali.  Pak Jo bilang,"Itu buat kesehatan kamu sendiri, darl.  kalau kamu nggak mandi bakal banyak kutu dan jamur yang datang!"

"Meuuuww ... mauuuuww ..." jawabku mengiyakan permintaannya.

Jujur, aku juga ingin menjadi kucing gimbal.  Pengen punya style yang baru,"Mbah Surip style".  Jarang-jarang ada kan kucing dengan mode bulu seperti itu.



Dan ini hari Jumat, jadwalku untuk mandi!

  Jelek banget kan tampangku kalo lagi mandi!

Pak Jo butuh bantuan satu orang lagi untuk memandikan aku.  Dia memanggil keponakannya untuk memegang badanku.  Katanya takut kalau aku meronta-ronta.  Please deh, pak Jo!  Itu kan gaya kucing kampung, yang suka meronta-ronta kalau dimandikan. 

Usai mandi basah, Pak Jo mengeringkan tubuhku dengan handuk.  Tapi buluku memang belum bisa kering dengan sempurna.  Jadi butuh 'hair dryer' untuk mengeringkan bulu-buluku.  Huuuurrrgg ... kian menggigil kedinginan aku.

Usai mandi dan dikeringkan, aku dibiarkan di sisi kandangku.

Tapi ternyata Pak Jo belum selesai.  Aku melihat dia membawa anak kucing yang berwarna putih untuk dimandikan juga.  Hag hag hag ... aku puas banget  melihat raut muka wajah mereka yang ketakutan.  Biasanya mereka pasang wajah mengerikan untuk menakut-nakuti aku!

Bisa kudengar teriakan-teriakan mereka di dalam kamar mandi!

Tak Meow ... Tak meoowww ... Tak meow ....

Hag hag hag ... si putih aslinya tak mau mandi.  Tapi Pak jo bersikeras memandikannya juga. Usai mandi dan menghanduki si putih, Pak jo melepas si putih di samping rumah.  Dibiarkannya si putih berjemur sinar matahari yang sedang terik-teriknya.

Aih aih aih ,,, bukannya kepanasan, si putih malah senang ada di atas bantal yang panas itu.  Kulitnya seperti ada tabir suryanya.  Seperti tak dirasanya panas sinar matahari yang menyengat badan.  How lucky are you ... local cat!



Si Putih nggak butuh di hair dryer!


 Dia cuma butuh ludahnya & sinar matahari.

Rude Woman

source image from here


Hari ini ada orang asing yang datang ke rumah.

Aku sempat kaget saat dia mengetok pintu rumah.  Ketukannya keras sekali.  Kulihat dari atas meja, ternyata dia seorang wanita.  Busyet ... wanita dengan tenaga kuda, kayaknya.  Matanya yang sipit terlihat makin sipit ketika dia mulai meneriakkan nama Pak Jo.

“Pak Jo ... Pak Jo ...”

Pak Jo masih di belakang rumah.   Aku langsung berjalan mendekati pintu rumah.  Maksud hati ingin membuka pintu rumah.  Apa daya, tanganku tak sampai.  Gerendel pintu terlalu tinggi untuk kujangkau.  Lagian aku ingat Pak Jo pernah pesan,”Barney jangan sembarang buka pintu, nanti kamu diambil orang!”

Tuh kan, Pak Jo pasti tak mau aku diambil orang.

Beberapa menit kemudian, pak Jo muncul dan langsung membukakan pintu.

“Eh mbak Luki ... monggo mbak  ... pinarak ...”

“Maturnuwun, Pak Jo”

Mereka berdua segera duduk di kursi tamu.  Aku pengen ikut nimbrung.  Aku ingin tahu, apa sih yang sedang mereka bicarakan?  Jangan-jangan aku mau dijual lagi sama Pak Jo ke wanita bermata sipit itu.  Aduh ... aku sudah kerasan dan betah tinggal di rumah ini. Aku sudah mulai mencintai orang-orang yang ada di dalam rumah ini. I love them so much.

“Lho itu kucingnya siapa, mas?”

“Kucing saya, mbak”

“Tumben punya kucing anggora?”

“Iya, mbak. Itu juga dikasih  temen”

“Wah ... baik bener temennya, mas”

“Sahabat lama, mbak”

“Oooo ... eh omong-2 ini kucing mahal lho mas”

“Iya, mbak.  Mungkin harganya sejutaan gitu”

“Hmm.   Mpusss ... mpusss ,,,  sini mpus”

Aku melihat wanita itu mendekatiku.  Aku diam saja saat dia mengangkatku.  Dia mengelus-elus bulu-buluku yang tebal.  Aku kegirangan.  Ternyata dia pecinta kucing juga.  Tapi shiiittt ... dia mulai kasar!  Dia membalikkan tubuhku dan meraba testikelku.  Tangannya yang kasar terasa meremas buah zakarku.

Meoww ... meoww ... gggrrhhh  hhsshshshsh ....
(Anjiiiiiiiinnnggg ... wanita tak tahu malu!)

“Waduh ... ini cowok, mas”

“Iya, mbak.  Kog tahu?”

“Ada pentolnya tuh”

Hahahahaha ....  Pak Jo ketawa ngakak.  Sialan, dia pikir lucu apa.  Meremas buah zakar orang (baca: kucing) itu tindakan pelecehan!  Itu melanggar hak asasi kucing. Awas ... akan aku laporkan pada Ketua Komisi HAKSI (Hak Asasi Kucing Seluruh Indonesia).

Wanita itu lalu melepasku dari pelukannya.  Urghhh ... leganya lepas dari perempuan hiperseks itu. Tapi matanya masih terus memandangiku.  Sepertinya dia sedang meneliti lekuk liku tubuhku.  Ya Tuhan ... bener-bener wanita tak tahu malu!

“Kayaknya dia bukan anggora asli mas.  Sudah KW berapa gitu”

“Iya tah, mbak?  Dilihat dari apanya?”

“Tuh ... hidungnya nggak pesek.  Kalau yang asli hidungnya rata sama pipi”

“Oh gitu.  Ya ... namanya juga dikasih mbak.  Apa aja diterima”

***  SHIT ... Dasar Wanita Jalang!  Masak aku dibilang KW.  Gue ini kucing asli.  Bukan kucing jadi-jadian!  Bulu gue juga sli, bukan bulu sintetis.  Gue nggak terima!


Beberapa menit kemudian wanita itu pamitan pulang.

Ah leganya.  Lepas dari perempuan tengil itu seperti membebaskanku dari hukuman penjara 1000 tahun.  Aku merasa muak  melihat wanita itu.  Wanita tukang ghibah.  Wanita yang suka menjelek-jelekkan orang lain.  Gue masih belum terima dibilang Kucing KW!

Usai menutup pintu, Pak Jo mendekatiku.  Dia menciumku dan membelaiku dengan lembut.

“Masio kamu nggak pesek, masio kamu kucing KW ... aku tetep cinta kamu, Barney ...” katanya bersungguh-sungguh.

Jiahahahahaha ..... ini ucapan yang kutunggu-tunggu!

Aku takut Pak Jo berubah pikiran setelah mendengar hasutan wanita temannya tadi.  Alhamdulillah, ternyata Pak Jo tetap pada pendiriannya.  Dia bukan orang yang gampang terpengaruh pada hasutan atau provokasi orang lain.

Aku menangis terharu.

Selasa, 14 Agustus 2012

MAY I ?


Hampir seminggu aku tinggal di rumah Pak Jo.  Sepertinya aku sudah mengenal seluruh sudut-sudut rumah Pak Jo.  Aku tahu persis dimana perabotan  diletakkan.  Aku tahu dimana letak kamar makan, kamar tidur dan kamar mandi.

Satu yang belum aku tahu, ruang dapur.

Pagi ini aku berjalan mengendap-endap menuju dapur.  Dan aku terperanjat.  Masya Allah ... di dlam dapur ternyata ada beberapa kucing lagi!  Suaranya riuh rendah di sudut-sudut  meja kompor.  Kuhitung ada 4 ekor kucing kecil.  Yang tiga warnyanya kuning-kuning, sementara yang satu lagi berwarna putih.

“Meooowww ... grrr ... mehherr ...” teriak seekor kucing betina berwarna kuning yang tiba-tiba muncul dari balik pintu seraya melotot ke arahku.

“Meowwwwwwwwwwwww ... “ teriakku kaget.  Aku menegakkan punggungku.  Ekorku kunaikkan hingga membentuk sudut 90 derajat.  Itu trikku untuk menakut-nakuti hewan lain.  Hihihihi ... sebenarnya aku sendiri juga takut lho!

“Stay away from my kids!!!” teriak kucing betina dewasa itu dengan ketusnya.

“OK ... OK ... “ kataku seraya menjauh darinya,”Biasa aja kale  ....”

Kucing betina itu langsung menjinak.  Punggungnya tak naik lagi.  Ekornya juga sudah turun.  Dia menghampiri keempat anak-anaknya.  Dijilatinya anaknya satu persatu.  Seolah meyakinkan dirinya sendiri bahwa tak satupun dari anaknya yang terluka.  Keempat anaknya langsung berlindung di dalam ketiak ibunya. Ibunya langsung memberi mereka susu alami.  Keempatnya menyusu pada ibunya.  She-s a good cat mother.

Ini 3 anak kucing kampung yang kutemui pagi ini.


Ini anak kucing yang berwarna putih. Nyeleneh sendiri dibanding saudara-saudaranya


Ya Allah ... tiba-tiba ada rasa nelangsa terselip dalam hatiku.

Sedari bayi, aku tak pernah tahu siapa gerangan ibuku.  Yang kutahu, aku ditangkarkan di Cat Castle yang dikelola oleh orang-orang yang mengaku sebagai pecinta kucing. Ayahku siapa, aku juga tak tahu.  Para penangkar kucing itulah yang memilihkan ‘ayahku’. Usai mengawinkan ibuku, mereka memisahkan ayahku ke kandang  lain, untuk di kawinkan dengan kucing betina yang lain.

Kasihan juga nasib ayahku, ya ...

Tapi sudahlah, aku tak boleh menyesali taqdir yang harus aku jalani. 

Aku harus berterimakasih pada mereka  yang mengaku sebagai pecinta kucing.  Tak pernah sekalipun mereka menyakitiku.  Mereka menyayangi dan merawatku dengan baik, malah! Mereka memandikanku, menyisir bulu-buluku, memberiku makanan bagus, memberikanku sangkar yang bagus dan mengajakku mengikuti kontes-kontes ketampanan kucing.  Setingkat dengan Kontes Man Hunt  atau  Kontes L-Men itu lho.

Mereka tak tahu bahwa sebagai kucing aku punya cara-cara tersendiri  untuk menjalani hidup.

Aku ogah dimandikan.  Mereka sering memandikanku dengan sabun mandi khusus kucing.  Busyet! Sabun itu pedas kalau kena mataku.  Sisa-sisa bahan kimianya juga membuat warna buluku memudar.  Kadang ada rasa perih di kulitku usai mandi.

Aku lebih suka mandi cara kucing.

Kukasih tahu ya wahai para pecinta kucing, aku itu lebih suka ludahku sendiri sebagai air mandiku.  Ludahku ini mengandung zat-zat yang sanggup melindungi diriku dari serangan penyakit, kutu dan jamur.  Ludahku ini adalah salah satu senjata alamiku.

Aku juga tak suka dikurung dalam sangkar yang indah.  Seindah apapun sangkarnya, aku lebih suka  hidup bebas lepas.  Aku tahu, mereka takut akalau aku pergi da menghilang dari dekapan mereka.  Oho ... mereka salah.  Aku ini diciptakan Tuhan sebagai Makhluk Beretika Tinggi.  Aku tak akan pergi dari orang yang merawatku baik-baik. Aku akan membahagiakan orang-orang yang menyayangiku. Akua akan memberi kebahagiaan pada orang yang telah membahagiakanku.

Kadang aku iri sama kucing-kucing kampung itu.

Mereka dibiarkan hidup bebas di alamnya.  Mereka bebas lari kesana kemari.  Mereka tidak harus mandi seminggu sekali.  Mereka bebas makan tikus, daging dan makanan-makanan kotor lainnya.  Itu hal-hal yang tak bisa kunikmati selaku kucing anggora.

Ya Tuhan, bolehkah sekali saja aku menjalani hidup sebagai seekor kucing biasa?

Pesaing!


Bah ... aku paling benci bersaing.  Bukan karena aku takut kalah atau takut tak terpilih.  Aku yakin siapapun bakal memilih aku.  Mukaku ganteng, tubuhku seksi, kumisku lebat dan ekorku panjang. Para juri pasti akan memilihku seandainya aku bersaing di kontes-kontes ketampanan kucing.

Tapi ini bukan persaingan di pentas itu.

Di rumah Pak Jo ternyata sudah ada pesaing kuatku.  Dia memang kucing kampung biasa.  Yang sering kudengar, Pak Jo memanggilnya dengan sebutan PA’I.  Keren banget ya.  Kayak mantan vokalis band SLANK itu.  Tapi kemudian aku tahu, dia diberi nama PA’I karena singkatan dari PAK ITEM. Cos warna bulunya memang hitam.


Oala ...

Tapi sebagai rival, aku sempat dagdigdug juga.  PAI itu ternyata bukan kucing kampung biasa.  Dia jantan, gagah dan educated.  Kalau mau tidur aja, harus browsing dulu.  Sekedar mencari berita, update status atau melakukan barter di kaskus.co.id.



Haduh-haduh-haduh ...


Bisa-bisa aku nanti yang akan dibarterkan secara diam-diam lewat kaskus oleh PAI.  Hhhssss ... mulai sekarang aku harus waspada.  Bagaimanapun juga, kucing kampung itu pasti punya niat buruk terhadapku.  Apalagi saat ini perhatian Pak Jo sepertinya mulai teralihkan padaku.

PAI pasti cemburu melihat Pak Jo sekarang mengajakku tidur di ranjangnya.  Nggak semua kucing boleh tidur di ranjangnya, lho!  Yang kutahu, Pak Jo hanya suka kucing-kucing yang bagus, berbadan molek dan berwawasan luas.

Meowww ... semoga aku berhasil merebut hati Pak JO.

Minggu, 12 Agustus 2012

Being a Model

Pagi baru saja menjelang.  Pak Jo sudah mengajakku ke taman.  Aku malas.  Aku masih ingin berdiam diri di atas kasur Nenek Mar.  Di kasur nenek aku bisa bebas rebahan.  Nenek juga tak keberatan aku bergelimpangan sana sini.

"Jangan cakar-cakar ya nak ..." cuma itu pesannya.

"Meooowww ... tenang aja, Nek. Kukuku belum kuat kog" kataku membalas peringatannya.

Tapi kemauanku terganggu dengan keinginan Pak Jo.

"Ayo ... Barney ... action ... kepalanya miring ke kiri ... mata yang penuh ekspresi ..." aba-abanya padaku.

"Whatttttt???  Who's Barney?  Is it my name?" keluhku setengah menggerutu.

Pak Jo terus menerus memberi komando agar aku berpose di sana-sini.  Ya Tuhan.  Aku ini bukan model.  Di tempat lama, kerjaku cuma makan, minum, main and tidur.  Habis main-main aku langsung masuk ke dalam kandang berukuran 40X20 cm.  Itu aja.

"Barney ... smile ... plisss ... yak ... no no no ... your pose is not good"

Sumpah, aku belum biasa begini.  Jelas-jelas ini adalah kegiatan baru.  Aku harus membiasakan diri dengan kegiatan yang satu ini.  Untunglah Pak Jo mengerti.  Dia tak marah.  Dia terus saja membidikkan kameranya padaku. Entah bagaimana jadinya.  Tapi yang jelas usai sesi pemotretan itu, Pak Jo bilang,"Good Job, barney!"

"Good Job? Masak iya sih?"

Coba kalian nilai saja dululah hasil-hasil pemotretanku di pagi ini.




 Ini Pose di Sofa ruang tamu. Urrgggghh hidungku masih terlihat gundul ya ...




Ini Poseku di taman depan rumah. Aku masih susah bergaya seperti yang Pak Jo mau!


Ini Poseku di Kursi Jati Jepara. I think my pose is not bad.

GOING NEW HOME

“Ya sudah mas, aku langsung pulang ya ...,” pamit boss baruku.

“Iya, Pak ... hati-hati,” kata mas boss.

“Tolong dirawat ya pak ...,” pekik mbak Sinta, istri mas boss dengan nada sedih.

“Iya ...” kata bos baruku.

Berikutnya aku tak bisa mendengar dan melihat apa-apa lagi.  Bos baruku langsung memasukkan tubuhku yang kecil ke dalam jaketnya. Ya Tuhan ... tega sekali bos baruku ini.  Mbok ya naik taksi atau bawa mobil teman gitu.  Lha ini aku malah dibawa pulang dengan cara yang tak sopan begini.

“Ssssshhh ... diem ya sayang ...” kata boss baru sambil mengelus-elus tubuhku.

Tak ada gunanya melawan atau berteriak-teriak.  Bagaimanapun juga dia adalah calon boss baruku.  Aku harus menunjukkan ‘first impression’ padanya dong!  Jadi aku harus manut, diam dan tak rewel hingga tiba di rumah baru nanti.

Meow ... meow ,,, eow ... sesekali aku berteriak.

Sabtu, 11 Agustus 2012

My New Boss

Ada sesuatu yang berbeda dengan bossku sore ini.  


Dia terlihat resah.  Sesekali dia memandangku dengan sayu.  Sesekali dia membelaiku.  Dia mencoba berkata sesuatu saat menatapku.  Tapi tak ada seucap katapun yang dikeluarkan dari bibirnya.  Dia hanya membisu saat membelai-belaiku.  Aku tahu dia sangat mencintaiku.  Tak pernah seharipun dia lupa menyapaku dengan ucapan sayang. 

“Empuss ... empuss ... empuss ..” begitu dia biasa memanggilku.

Aku membalas sapaannya dengan lirih.  Suaraku memang tak selantang kucing-kucing kampung yang lain.  Suaraku lirih tapi mendesis.  Serak-serak basah kayak penyanyi Rod Steward itu.



“Kamu baik-baik ya ... nanti ...,” begitu katanya sambil mengelus leherku beberapa kali. 

Nanti? Sepertinya aku baik-baik saja di tempat ini.  Aku tak pernah membuat keributan di tempat ini.  Walau cuma tinggal di tempat yang sempit, aku fine-fine saja di sini.  Istri mas Boss, Mbak Sinta juga sangat menyayangiku.  Walau hidup pas-pasan, mereka masih menyempatkan diri untuk membelikanku makanan yang ‘lumayan’ mahal.  Mereka juga membelikanku kandang bercat putih, satu set closet dan tempat makan dan minum yang bagus. Itu bukti mereka menyayangiku seperti anak mereka sendiri.  Mungkin karena mereka juga belum dikaruniai putra selama 4 tahun pernikahan mereka.

“Jam berapa pak diambil kucingnya?”
“Habis Magrib aja, gimana?”
“Oke, Pak. Saya tunggu”

Kucing? Kucing yang mana maksud mas Boss?  Satu-satunya kucing yang mereka punya itu ya cuma aku.  Tak ada kucing yang lain.  Jantungku mulai berdebar-debar.  Keringatku mulai mengucur.  Dingin.  Aku merasa akulah yang akan mas boss jual.  Tengkukku terasa berat.  Seperti ada ribuan barbel yang menghantam tengkukku.